Judul
: Agar Selamat dari Siksa Kubur
Penulis : Miftahul Asror Malik
Penerbit : Real Book, Yogyakarta
Cetakan : I, Juni 2012
Tebal : 200 Halaman
ISBN : 978-602-19427-89
Peresensi: Achmad Marzuki
Penulis : Miftahul Asror Malik
Penerbit : Real Book, Yogyakarta
Cetakan : I, Juni 2012
Tebal : 200 Halaman
ISBN : 978-602-19427-89
Peresensi: Achmad Marzuki
Sejatinya manusia dalam kehidupannya
tidak mengenal kematian, yang ada hanyalah awal dari kehidupan yang baru. Ada
lima kehidupan dalam perjalanan panjang manusia. Bermula dari kehidupan dalam
alam ruh kemudia alam kandung. Setelah itu manusia akan mengarungi kehidupan
dunia yang seringkali menipu. Kemudian alam kubur dan yang terakhir adalah alam
akhirat sebagai penentu akhir dan muara dari empat kehidupan sebelumnya.
Dalam alam ruh, semua manusia tidak ada
yang bersalah dan bersifat kudus atau suci. Di sini lah letak sifat asli
manusia; tidak memiliki kekuatan dan perlawanan. Pada alam kandung sang ibu pun
tak jauh beda. Penentuan umur, rizki, jodoh, dan ajal terjadi pada alam
kandungan. Tuhan pun menerima persaksian manusia tentang ketuhanan Sang
Pencipta dalam kandungan sang ibu, manusia menjawab “bala syahidna” iya,
kami mengakui bahwa engkau (ya Allah) Tuhan kami.
Saat lahir pada dunia fana, barulah
manusia benar-benar sadar dan dapat melakukan sesuai yang dikehendaki sehingga
akan berimplikasi pada kehidupan selanjutnya. Perbuatan baik dan buruk serta
sikap taat atau durhaka pada Tuhan akan dinilai dan bermula pada kehidupan
dunia. Oleh karenanya pada kehidupan dunia inilah manusia menentukan takdirnya
sendiri. Ingin kenimatan yang abadi atau kesengsaraan yang berkelanjutan.
Setelah kehidupan dunia telah usai maka
manusia akan memasuki alam transisi. Alam penentuan yang tak bisa dirubah
kembali. yaitu alam kubur. Khalifah Utsman pun menangis saat mengingat alam
kubur, karena kubur adalah permulaan alam akhirat. Jika dalam alam kubur
mendapat kenikmatan niscaya di kehidupan selanjutnya akan lebih mudah, namun
jika dalam alam kubur sudah mendapat siksa sudah pasti pada kehidupan
selanjutnya akan sangat memberatkan (halaman 67).
Salah satu kewajiban seorang muslim
adalah mempercayai sesuatu yang gaib. Salah satunya adalah alam kubur. Walau
demikian gaib, namun telah banyak sekali hadis Rasul yang menjelaskan tentang
keberadaan dan situasi yang ada dalam alam kubur. Miftahul Asror Malik mencoba
menyingkap tabir misteri alam kubur. Apa saja yang dalam alam kubur? Proses
kematian dan kemana arah ruh setelah dicabut dari jasad? Hingga perjalanan ruh
menuju alam keabadian –akhirat– dipaparkan dengan apik dalam buku ini.
Mengingat kematian dan hal gaib lainnya
menurut Imam al-Qurtubi dapat menghalangi dari perbuatan maksiat, melembutkan
hati yang keras, dan melenyapkan kesenangan karena dunia (halaman 8). Dengan
begitu diharapkan agar selalu mengingat hal gaib sehingga membuat kehidupan
manusia menjadi lebih baik.
Dalam buku ini, tidak hanya menyingkap
tentang misteri alam kubur saja melainkan juga tabir kematian, hari kiamat,
tanda-tanda kematian, proses hari kebangkitan, hisab, mizan, shirat, surga, dan
neraka. Semua berita tersebut diambil berdasarkan pemberitaan dalam al-Qur’an
dan hadis-hadis Rasulullah Muhammad.
Seperti penjelasan tentang ruh yang
diartikan sebagai jisim halus, bersifat ketuhanan, dan tidak terlihat oleh
indra manusia. Dalam tubuh manusia ruh tidak berada di salah satu tempat. Ruh
mengalir sebagaimana aliran darah dalam tubuh manusia. Ruh bersanding dengan
kehidupan. Jadi, ketika ruh berada pada jasad maka kehidupan berada di
dalamnya. Namun ketika ia pergi dari jasad, maka kehidupan juga pergi darinya
(halaman 24). Keberadaan ruh menjadikan kunci dalam kehidupan di dunia.
Tidak jauh gaibnya dangan ruh, saksi
dalam pernyataan manusia di hadapan Allah swt pun juga diungkap dengan jelas.
Ada tujuh saksi yang akan dihadapkan saat hisab untuk mempertanggungjawabkan
perbuatan yang dilakukan seorang hamba. Ketujuh saksi tersebut ialah bumi,
zaman, anggota badan, dua malaikat yang selalu menyertainya, buku catatan amal,
dan Allah yang maha mengetahui (halaman 138). Dengan memperhatikan para saksi
kiranya manusia tidak dapat lagi mengelak apa yang pernah dilakukannya. Dan
amal yang pertama ditanyakan adalah salat sebagaimana yang pernah Rasul
sabdakan; “sesungguhnya perkara yang dihisab pertama kali adalah salat. Jika
salatnya baik, gampanglah segala urusan setelahnya namun jika tidak maka
sebaliknya”. Sedangkan salat sunah berfungsi sebagai penembel
kekurangannya.
Namun demikian, peresensi tetap
memegang satu catatan bahwa segala urusan gaib memiliki batasan. Yaitu adalah
bahwa tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh satu
telingapun, juga tidak pernah terbersit (keadaannya) dalam hati manusia.
Walhasil, sesuatu yang gaib tetaplah hal gaib yang tetap wajib diimani. Wallahua’lam
bisshawab.
________________________________________
* Peneliti di Centre
for Research and Islamic Development Farabi Institute, Mahasiswa IAIN Walisongo
Semarang
Sumber tulisan : http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,12-id,39926-lang,id-c,buku-t,Menyingkap+Misteri+Alam+Kubur-.phpx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar